13.12.11

Mainan Anak-anak

Pernah menjadi kanak-kanak, kan? Dunia yang indah, begitu polos, lugu, dan penuh tawa. Satu-satunya manis yang dirasa adalah wujud cinta ayah-ibu lewat sebuah mainan. Bayangkan mainan itu adalah wujud cinta edisi muda, versi bocah ingusan. Mainan yang dibelikan banyak sekali, dari mulai mainan plastik murah meriah yang dijual pedagang keliling hasil rengekan pada ibu, sampai mainan bagus keluaran supermarket yang ayah hadiahkan di hari ulang tahun. Tapi semuanya nampak sama saja, tak ada beda. Di mata anak kecil yang masih tak tahu dunia ini, semua sama: mainan ya pemenuh rasa cinta.


via weheartit

Tapi diantara yang banyak dan sama itu trnyata ada yang menjadi pusat perhatian curahan cinta. Pernah punya mainan kesayangan? Saat kamu tak pernah melewatkan satu episode permainan pun tanpa mainan itu. Kamu sombong pada teman-teman komplek tentang hebatnya si mainan. Dan saat si teman jahil ingin mencoba mainanmu, kamu tepis tangan itu sambil berteriak kesetanan. Si jahil lalu berubah menjadi si cengeng. Lalu entah mengapa, kamu akhirnya ikut merengek juga.

Dan mengadu pada ibu, “Aku cuma ngga mau dia rusak mainanku yang paling bagus!”

Dengan bijaknya ibu menasihati sambil menenangkan seraya mengusap air mata yang mengalir sederas ingus lalu yang bercampur membuat rasa asin di lidah. Kok asin? Menangis itu tidak enak ya. Isakan dengan bahu naik-turun membuat lelah. Lebih baik membeli es krim. Lebih enak.
Sambil makan es krim, ibu bilang,”Jangan bertengkar lagi ya, itu kan temanmu. Mainan kalau rusak bisa beli yang baru.”
Orang dewasa suka seenaknya, tidak mengerti. Tapi lelehan es krim rasa vanilla di mulut serta angin semilir membuat semua kejadian dramatisasi tadi terlupakan. Lenyap sekejap.

via weheartit

Tik tok tik tok…

Waktu bergulir. Mainan itu sudah usang. Tapi masih tetap yang tersayang. Semakin hari semakin takut. Bukan lagi karena khawatir direbut oleh teman sepermainan, tapi karena usangnya seiring waktu berlalu. Takut sekali. Mungkin sudah waktunya mainan itu masuk ke tempat sampah. Ah, sedih sekali membayangkannya! Tak tega. Bukannya ayah tak mampu membelikan yang baru, bahkan yang lama pun masih ada, bertumpuk. Tapi hanya tak ingin yang tersayang  ini rusak. Masih ingin selalu membuat permainan dengan tokoh utama yang sama. Hanya tak ingin yang satu ini rusak. Cukup itu. Sesederhana itu. Tapi siapa yang bisa mengendalikan? Terlalu sering dimainkan jadi mudah rapuh. Dan hari ini mainan kesayangan positif rusak. Tumpahlah tangisan mebanjiri hari-hari. Rengekan tak penting mungkin menurut orang dewasa.

Tapi ibu masih peduli, lalu bilang, “Sudah, nak, jangan menangis lagi. Nanti kita beli yang baru. Atau nanti kalau kamu sudah besar, kamu bisa punya mainan apapun yang kamu mau, yang lebih bagus.”

via weheartit

Anak kecil tahu apa. Dibilang begitu, muncullah tekad mencari mainan yang tahan banting, tak lekang oleh zaman, yang bisa menemani setiap saat. Mainan paling bagus di seluruh dunia. Sesederhana itu.

No comments:

Post a Comment